Sejarah Perkembangan Islam di Spanyol (Andalusia)
11/26/18
Add Comment
Perkembangan Islam di Spanyol - Tak dapat dipungkiri bahwa Islam memainkan peranan yang penting di Spanyol selama sekitar delapan abad. Di Spanyol, Bangsa Arab memperoleh kemenangan paling besar dan paling lama di Eropa walaupun juga penderitaan yang dramatis terjadi di sana (Lewis, 1988: 122; Al Siba’i, 1987: 33). Sejarah panjang yang dilewati umat Islam Spanyol menurut Hamka (1994: 293-294) terbagi dalam tiga masa saja, yaitu masa saat diperintah oleh wakil khalifah dari Damaskus, masa diperintah oleh para amir, dan masa dipimpin oleh seorang khalifah.
Pada ulasan sebelumnya telah diulas bahwa ada beberapa topik yang akan diulas dan topik pertama telah diulas pada postingan sebelumnya yakni tentang bagaimana sejarah masuknya Islam di Spanyol. Setelah Islam masuk di Spanyol kemudian bagaimana perkembangan Islam di daerah tersebut. Maka postingan ini akan mengulas topik yang kedua yakni perihal perkembangan Islam di Spanyol.
Perkembangan Islam di Spanyol
Menurut Badri Yatim (1994: 92), masa Islam di Spanyol itu dapat dibagi menjadi enam periode sebagai berikut.
- Periode Pertama (711-755 M)
Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh Khalifah Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Stabilitas politik negeri Spanyol belum tercapai secara sempurna karena banyak gangguan baik gangguan internal maupun eksternal. Gangguan dari dalam antara lain berupa perselisihan dan pertengkaran di kalangan para elit penguasa, terutama akibat perbedaan suku dan golongan. Begitu pula terdapat perbedaan pandangan antara khalifah di Damaskus dan Gubernur Afrika Utara yang berpusat di Qairawan yang masing-masing mengaku paling berhak atas daerah Spanyol. Konsekuensinya, terjadilah dua puluh kali pergantian wali (gubernur) Spanyol dalam jangka waktu yang amat singkat. Perbedaan pandangan politik itu menyebabkan seringnya terjadi perang saudara, antara Barbar asal Afrika Utara dan Arab.
Etnis Arab sendiri terdiri dari dua golongan yang selalu bersaing, yaitu suku Qaisy (Arab Utara) dan Arab Yaman (Arab Selatan). Perbedaan etnis ini tak jarang menyebabkan konflik politik terutama ketika ada figur yang kuat dan tangguh. Wajarlah jika di Spanyol pada saat itu tidak ada gubernur yang mampu mempertahankan kekuasaannya dalam jangka waktu yang agak lama.
Gangguan dari luar muncul dari “mantan” musuh Islam di Spanyol yang bertempat tinggal di daerah-daerah pegunungan yang memang tidak pernah loyal kepada pemerintahan Islam. Mereka sangat benci Islam dan terus menyusun kekuatan. Sebagai hasilnya, mereka mampu mengusir Islam dari bumi Andalus walau harus berjuang lebih dari 500 tahun.
Dengan banyaknya konflik internal dan eksternal, maka dalam periode ini Islam Spanyol belum memasuki kegiatan pembangunan di bidang peradaban dan kebudayaan. Datangnya Abd al Rahman al Dakhil ke Spanyol pada tahun 138 H/755M menjadi tanda berakhirnya periode pertama (Yatim,1994: 94).
- Periode Kedua (755-912 M)
Pada masa ini, Spanyol diperintah oleh seorang amir (panglima atau gubernur) tetapi tidak tunduk kepada pusat pemerintahan yang ketika itu dipegang oleh Khalifah Abbasiyah di Bagdad. Amir pertama adalah Abdurrahman I yang memasuki Spanyol tahun 138 H/755M dan diberi gelar al Dakhil (yang masuk ke Spanyol).
Abdurrahman al Dakhil adalah keturunan Bani Umayyah yang berhasil melarikan diri dan lolos dari kejaran Bani Abbasiyah yang telah menaklukkan Bani Umayyah di Damaskus. Abdurrahman melakukan pengembaraan ke Palestina, Mesir, dan Afrika Utara, hingga akhirnya tiba di Cheuta. Di wilayah ini, ia memperoleh bantuan dari Bangsa Barbar dalam menyusun kekuatan militer. Selanjutnya, ia sukses mendirikan Dinasti Bani Umayyah di Spanyol. Pemerintah setelah Abdurrahman al Dakhil adalah Hisyam I, Hakam I, Abd al Rahman al Ausath, Muhammad Ibnu Abd al Rahman, Munzir Ibnu Muhammad, dan Abdullah Ibnu Muhammad (Ali, 1996: 302-312).
Pada periode ini, umat Islam Spanyol mulai memperoleh banyak kemajuan, baik dalam bidang politik maupun dalam bidang peradaban. Abd Rahman al Dakhil mendirikan masjid Kordova dan sekolah-sekolah di kota-kota besar Spanyol. Hisyam I dikenal berjasa sebagai pembaharu dalam kemiliteran. Dialah yang memprakarsai tentara bayaran di Spanyol. Ia juga orang pertama yang menjadikan Madzhab Maliki sebagai Madzhab resmi negara. Adapun Abd. Al Rahman al Ausath dikenal sebagai penguasa yang cinta ilmu. Pemikiran filsafat mulai masuk, terutama di zaman Abdurrahman al Ausath, yang mengundang para ahli dari dunia Islam lainnya untuk datang ke Spanyol. Akhirnya, kegiatan ilmu pengetahuan di Spanyol kian berkembang.
Gangguan politik serius yang terjadi pada periode ini justru datang dari umat Islam sendiri. Golongan pemberontak di Toledo pada tahun 852 M membentuk negara kota yang berlangsung selama 80 tahun. Di samping itu, sejumlah orang yang tak puas menuntut terjadinya revolusi. Pemberontakan yang dipimpin oleh Hafsun dan anaknya, Umar, yang berpusat di pegunungan dekat Malaga merupakan yang gangguan penting. Selain itu, perselisihan antara orang-orang Barbar dan orang Arab masih seringkali terjadi (Yatim, 1994: 96).
- Periode Ketiga (912-1013 M)
Pemerintahan Abd Rahman III yang bergelar al Nasir li dinillah (penegak agama Allah) sampai munculnya raja-raja kelompok (kecil) yang dikenal dengan Muluk al Thawaif masuk dalam periode ketiga. Pada periode ini, Spanyol diperintah oleh penguasa yang bergelar Khalifah. Dengan demikian, pada masa ini terdapat dua khalifah sunni di dunia Islam, Khalifah Abbasiyah di Bagdad dan Khalifah Umayyah di Spanyol, di samping seorang khalifah Syi’ah Fatimiyyah di Afrika Utara (Ali, 1996: 308).
Pemakaian gelar khalifah tersebut bermula dari berita bahwa al Muqtadir, khalifah daulat Bani Abbasiyah Bagdad, tewas dibunuh oleh pengawalnya sendiri. Menurut penilaiannya, keadaan ini menunjukkan bahwa suasana pemerintahan Abbasiyah sedang berada dalam ketidakpastian. Oleh sebab itu, momen tersebut dianggap sebagai waktu yang tepat untuk memakai gelar khalifah yang telah dirampas dari kekuasaan Bani Umayyah selama 150 tahun lebih (Yatim, 1994: 96). Gelar ini resmi dipakai mulai tahun 929 M. Khalifah-khalifah besar yang memerintah pada periode ketiga ini ada tiga orang, yaitu Abd Rahman al Nasir (912-961), Hakam II (961-976), dan Hisyam II (976-1009 M).
Pada periode ini, umat Islam Spanyol berhasil mencapai puncak kemajuan dan kejayaannya. Hal ini dapat disejajarkan dengan kejayaan daulat Abbasiyah di Bagdad. Abd Rahman III merupakan penguasa Umayyah terbesar di Spanyol.
Seluruh gerakan pengacau dan konflik politik dapat diselesaikan sehingga situasi negara relatif aman. Penaklukan kota Elvira, Jain, dan Seville merupakan sebagian bukti keberhasilan Abd. Rahman III dan kekuatan Kristen juga dipaksa menyerah kepadanya. Setelah sukses mengatasi problem politik dalam negeri, ia juga berhasil menggagalkan cita-cita Daulah Fatimiyyah untuk memperluas wilayah kekuasaannya ke negeri Spanyol.
Di bawah pemerintahan Khalifah Abd Rahman III, Spanyol mengalami kemajuan peradaban yang menggembirakan, terlebih di bidang Arsitektur. Tercatat tidak kurang dari 300 masjid, 100 istana megah, 13.000 gedung, dan 300 tempat pemandian umum berada di Cordova. Kemasyhurannya sebagai penguasa dikenal sampai di negeri Konstantinopel, Jerman, Perancis, hingga Itali. Bahkan, penguasa negeri-negeri tersebut mengirim para dutanya ke Istana Khalifah. Armada laut yang dibentuk berhasil menguasai jalur lautan tengah bersama dengan armada Fatimiyyah.
Kebesaran Abd Rahman III dapat disejajarkan dengan Raja Akbar dari India, Umar bin Khattab, dan Harun al Rasyid. Jadi, Abdurrahman III bukan hanya sebagai penguasa terbaik Spanyol, melainkan juga salah satu penguasa terbaik dunia (Ali,1996:309). Sayangnya, tidak semua tokoh sejarah mengetahui hal ini (Husain,1996: 1).
Penguasa setelah Abd Rahman II adalah Hakam II, yang merupakan seorang kolektor buku dan pendiri perpustakaan. Koleksi dalam perpustakaannya tidak kurang dari 400.000 buku. Pada masa ini, masyarakat dapat menikmati kesejahteraan dan kemakmuran. Pembangunan kota pun berlangsung cepat.
Selanjutnya, Hisyam II naik tahta dalam usia sebelas tahun merupakan awal kehancuran khilafah Bani Umayyah di Spanyol. Oleh karena itu, kekuasaan de facto berada di tangan para pejabat. Pada tahun 981 M. Khalifah menunjuk Ibnu Abi Amir sebagai pemegang kekuasaan secara mutlak. Dia seorang yang ambisius yang berhasil menancapkan kekuasaannya dan melebarkan wilayah kekuasaan Islam dengan menyingkirkan rekan dan saingannya. Atas keberhasilannya, ia mendapat gelar al Mansur billah.
Ia wafat pada tahun 1002 M dan digantikan oleh anaknya al Muzaffar yang masih dapat mempertahankan keunggulan kerajaan. Akan tetapi, setelah ia wafat pada tahun 1008 M, ia digantikan oleh adiknya yang tidak memiliki kualifikasi untuk jabatan itu. Akhirnya pada tahun 1013 M, dewan menteri yang memerintah Cordova menghapus jabatan khalifah. Ketika itu Spanyol sudah terpecah dalam banyak sekali negara kecil yang berpusat di kota-kota tertentu (Watt, 1995: 218).
Demikian uraian singkat mengenai Sejarah Perkembangan Islam di Spanyol. Untuk periode selanjutnya yaitu periode 4 sampai 6 akan diulas pada postingan selanjutnya. Semoga bisa bermanfaat dan bisa menjadi referensi.
0 Response to "Sejarah Perkembangan Islam di Spanyol (Andalusia)"
Post a Comment