Perkembangan Islam di Spanyol (Andalusia) Bag. II
11/27/18
Add Comment
Perkembangan Islam di Spanyol - Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa Islam memainkan peranan yang penting di Spanyol selama sekitar delapan abad. Dan sejarah panjang yang dilewati umat Islam di Spanyol menurut Badri Yatim (1994: 92), dibagi menjadi enam periode. Tiga periode telah dibahas pada postingan sebelumnya.
Postingan ini akan mengulas lebih lanjut mengenai periode keempat sampai keenam perkembangan Islam di Spanyol. Berikut uraian lengkapnya:
Perkembangan Islam di Spanyol
- Periode Keempat (1013-1086 M)
Pada periode ini, Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh negeri kecil di bawah pemerintahan raja-raja golongan atau al Muluk al Thawaif, yang antara lain berpusat di suatu kota seperti Seville, Cordova, dan Toledo (Bosworth, 1993: 35-40).
Pemerintahan terbesar di antaranya adalah Abbadiyah di Seville. Pada periode ini, umat Islam Spanyol kembali memasuki masa pertikaian internal. Sayangnya, jika terjadi perang saudara, ada di antara pihak-pihak yang bertikai itu, ada pihak-pihak tertentu yang meminta bantuan kepada raja-raja Kristen. Karena menyaksikan kekacauan dan kelemahan yang menimpa keadaan politik Islam, maka orang-orang Kristen pada periode ini mulai mengambil inisiatif penyerangan untuk pertama kalinya. Akibat fatalnya, kekuatan Islam diketahui mulai menurun dan tiba saatnya untuk dihancurkan (Yatim,1994:96).
- Periode Kelima (1086-1248 M)
Walaupun terpecah dalam beberapa negara, pada periode kelima ini, Spanyol Islam masih mempunyai suatu kekuatan yang dominan, yaitu dinasti Murabithun (1086-1143 M) dan dinasti Muwahhidun (1146-1235M). Dinasti Murabithun pada mulanya adalah sebuah gerakan agama yang didirikan oleh Yusuf Ibnu Tasyfin di Afrika Utara. Pada tahun 1062 M ia berhasil mendirikan sebuah kerajaan yang berpusat di Marakesy. Ia masuk ke Spanyol atas undangan penguasa-penguasa Islam di sana yang tengah berjuang mempertahankan negerinya dari serangan kaum Nasrani. Ia dan tentaranya memasuki Spanyol pada tahun 1086 M dan berhasil mengalahkan pasukan Castilia.
Perpecahan di kalangan raja-raja Muslim menyebabkan Yusuf bergerak lebih jauh untuk menguasai Spanyol dan ia pun berhasil. Kesuksesan ini ternyata tidak dapat diteruskan oleh penguasa-penguasa sesudahnya karena mereka adalah raja-raja yang lemah. Pada tahun 1143 M, kekuasaan dinasti Murabithun baik di Afrika Utara maupun di Spanyol berakhir. Dinasti Muwahhidun muncul sebagai gantinya.
Tahun 1146 M penguasa Muwahhidun yang berpusat di Afrika Utara merebut Spanyol. Muwahhidun didirikan oleh Muhammad Ibnu Tumart (w. 1128). Ia adalah seorang cerdas, tangkas, dan tak segan-segan mempunyai pemikiran berseberangan. Ia adalah murid Qadi Ibnu Hamdin (Urvoy, 1991: 11). Dinasti ini datang ke Spanyol di bawah pimpinan Abd al Mun'im. Antara tahun 1114 dan 1154 M, kota-kota Muslim penting, Cordova, Almeria, dan Granada, jatuh ke bawah kekuasaannya. Untuk jangka beberapa dekade, dinasti ini mengalami banyak kemajuan terutama saat pemerintahan dipegang oleh Abu Yusuf al Mansur. Kekuatan-kekuatan Kristen dapat dipukul mundur. Akan tetapi tidak lama kemudian, dinasti Muwahhidun mengalami keruntuhan.
Pada tahun 1212 M, tentara Kristen memperoleh kemenangan besar di Las Navas de Tolesa. Kekalahan-kekalahan yang dialami Muwahhidun menyebabkan penguasanya memilih untuk meninggalkan Spanyol dan kembali ke Afrika Utara tahun 1235 M. Keadaan Spanyol kembali runyam, berada di bawah penguasa-penguasa kecil. Dalam kondisi demikian, umat Islam tidak mampu bertahan dari serangan-serangan Kristen yang semakin besar. Tahun 1238 M, Cordova jatuh ke tangan penguasa Kristen dan Seville jatuh pada tahun 1248 M. Akhirnya, kecuali Granada, seluruh wilayah Spanyol telah lepas dari kekuasaan Islam (Yatim, 1994: 99).
- Periode Keenam (1248-1492 M)
Kerajaan Granada merupakan pertahanan terakhir Muslim Spanyol di bawah kekuasaan dinasti Bani Ahmar (1232-1492 M). Peradaban kembali mengalami kemajuan seperti di zaman Abdurrahman al Nasir. Akan tetapi, secara politik, dinasti ini hanya berkuasa di wilayah yang kecil.
Persekutuan antara wilayah Aragon dan Castille melalui perkawinan Ferdinand dan Isabella melahirkan kekuatan besar untuk merebut kekuasaan terakhir umat Islam di Spanyol (Tim, 1994: 175). Namun beberapa kali serangan mereka belum berhasil menembus pertahanan umat Islam. Abu Hasan yang menjabat pada waktu itu mampu mematahkan serangan tersebut. Bahkan ia menolak membayar upeti kepada pemerintahan Castille. Abu Hasan dalam suatu serangan berhasil menduduki kota Zahra.
Untuk membalas dendam, Ferdinand melancarkan serangan mendadak terhadap al Hamra dan berhasil merebutnya. Banyak wanita dan anak kecil yang berlindung di sana dibantai oleh pasukan Ferdinand. Jatuhnya al Hamra ini merupakan pertanda kejatuhan pemerintahan Granada. Situasi pemerintahan pusat di Granada semakin kritis dengan terjadinya beberapa kali perselisihan dan perebutan kekuasaan antara Abul Hasan dengan anaknya yang bernama Abu Abdullah. Serangan pasukan Kristen yang berusaha memanfaatkan situasi ini dapat dipatahkan oleh Zaghal, saudara Abul Hasan. Zaghal menggantikan Abul Hasan sebagai penguasa Granada. Zaghal berusaha mengajak Abu Abdullah menggabungkan kekuatan dalam menghadapi musuh. Tapi ajakan itu ditolaknya. Ketika terjadi pergolakan politik antara Zaghal dan Abu Abdullah, pasukan Kristen melakukan penyerbuan dan berhasil menguasai Alora, Kasr Bonela, Ronda, Malaga, dan Loxa.
Pada serangan berikutnya, Zaghal menyerah dan melarikan diri ke Afrika Utara. Satu-satunya kekuatan Muslim berada di kota Granada dipimpin oleh Abu Abdullah yang kemudian dihancurkan oleh Ferdinand. Abu Abdullah dipaksa menyampaikan sumpah setia kepada Ferdinand dan bersedia melepaskan harta kekayaan ummat Islam sebagai imbalan dari diberikannya hak hidup dan kebebasan beragama bagi orang Islam. Peralihan kekuasaan yang menyedihkan itu terjadi pada tanggal 3 Januari 1492M (Ali, 1996: 315; Yatim, 1994: 99-100).
Dengan demikian, berakhirlah kekuasan Islam di Spanyol. Umat Islam setelah itu dihadapkan kepada dua pilihan, masuk Kristen atau pergi meninggalkan Spanyol. Akibatnya, pada tahun 1609 M, dapat dikatakan tidak ada lagi umat Islam yang hidup di daerah ini.
Demikianlah uraian postingan perkembangan Islam di Spanyol yang mengalami beberapa periode pasang surut. Semoga dapat bermanfaat dan bisa diambil hikmah dari sejarah ini.
0 Response to "Perkembangan Islam di Spanyol (Andalusia) Bag. II"
Post a Comment