Keadaan Ekonomi Bangsa Arab Sebelum Datang Islam

Setelah pada postingan sebelumnya Dunia Sejarah telah share bagaimana kondisi sosial dan budaya bangsa Arab pra-Islam. Maka pada postingan kali ini, Dunia Sejarah akan menguraikan bagaimana keadaan di bidang lainnya yaitu pada bidang Ekonomi Bangsa Arab Pra-Islam. Sudah menjadi maklum bahwa dengan kondisi geografis Jazirah Arab yang sangat strategis maka perdagangan merupakan unsur penting dalam perekonomian masyarakat Arab pra Islam. Makkah misalnya, karena letak geografisnya yang sangat strategis maka ia menjadi tempat persinggahan para kafilah dagang yang datang dan pergi menuju pusat perniagaan (Abdurrahman Asy Syarkowi, 2003: 10). Mereka berdagang bukan saja dengan orang Arab, tetapi juga dengan non-Arab.
Keadaan Ekonomi Bangsa Arab Sebelum Datang Islam
Kemajuan perdagangan bangsa Arab pra Islam dimungkinkan antara lain karena pertanian yang telah maju. Kemajuan ini ditandai dengan adanya kegiatan ekspor-impor yang mereka lakukan. Para pedagang Arab selatan dan Yaman pada 200 tahun menjelang Islam lahir telah mengadakan transaksi dengan Hindia, Afrika, dan Persia. Komoditas ekspor Arab selatan dan Yaman adalah dupa, kemenyan, kayu gaharu, minyak wangi, kulit binatang, buah kismis, dan anggur. Sedangkan yang mereka impor dari Afrika adalah kayu, logam, budak; dari Hindia adalah gading, sutra, pakaian dan pedang; dari Persia adalah intan. Data ini menunjukkan bahwa perdagangan merupakan urat nadi perekonomian yang sangat penting sehingga kebijakan politik yang dilakukan memang dalam rangka mengamankan jalur perdagangan ini.

Faktor Kemajuan Perekonomian Arab

Faktor-faktor yang mendorong kemajuan perdagangan Arab sebelum Islam sebagaimana dikemukakan Burhan al-Din Dallu (1989: 21) adalah sebagai berikut:
  • Kemajuan produksi lokal serta kemajuan aspek pertanian.
  • Adanya anggapan bahwa pedagang merupakan profesi yang paling bergengsi.
  • Terjalinnya suku-suku ke dalam politik dan perjanjian perdagangan lokal maupun regional antara pembesar Hijaz di satu pihak dengan penguasa Syam, Persia dan Ethiopia di pihak lain.
  • Letak geografis Hijaz yang sangat strategis di jazirah Arab.
  • Mundurnya perekonomian dua imperium besar, Byzantium dan Sasaniah, karena   keduanya terlibat peperangan terus menerus.
  • Jatuhnya Arab selatan dan Yaman secara politis ke tangan orang Ethiopia pada tahun 535 Masehi dan kemudian ke tangan Persia pada tahun 257 M.
  • Dibangunnya pasar lokal dan pasa musiman di Hijaz, seperti Ukaz, Majna, Zu al-Majaz, pasar bani Qainuna, Dumat al-Jandal, Yamamah dan pasar Wahat.
  • Terblokadenya lalu lintas perdagangan Byzantium di utara Hijaz dan laut merah. 

Data-data yang dikemukakan di atas menunjukkan bahwa antara ekonomi dan politik tidak dapat dipisahkan dalam konteks kehidupan masyarakat Arab pra Islam. Kehidupan politik Byzantium dan Sasaniah turut memberikan sumbangan dalam memajukan proses perdagangan yang berlangsung di Hijaz, karena kedua kerajaan ini sangat berkepentingan terhadap jalur perdagangan ini.

Di lain sisi, Mekkah di mana terdapat ka’bah yang pada waktu itu sebagai pusat kegiatan Agama, telah menjadi jalur perdagangan internasional. Hal ini diuntungkan oleh posisinya yang sangat strategis karena terletak di persimpangan jalan yang menghubungkan jalur perdagangan dan jaringan bisnis dari Yaman ke Syiria, dari Abysinia ke Irak. Pada mulanya Mekkah didirikan sebagai pusat perdagangan lokal di samping juga pusat kegiatan agama. Karena Mekkah merupakan tempat suci, maka para pengunjung merasa terjamin keamanan jiwanya dan mereka harus menghentikan segala permusuhan selama masih berada di daerah tersebut. Untuk menjamin keamanan dalam perjalanan suatu sistem keamanan di bulan-bulan suci, ditetapkan oleh suku-suku yang ada di sekitarnya. Keberhasilan sistem ini mengakibatkan berkembangnya perdagangan yang pada gilirannya menyebabkan munculnya tempat-tempat perdagangan baru.

Dengan posisi Mekkah yang sangat strategis sebagai pusat perdagangan bertaraf internasional, komoditas-komoditas yang diperdagangkan tentu saja barang-barang mewah seperti emas, perak, sutra, rempah-rempah, minyak wangi, kemenyan, dan lain-lain. Walaupun kenyataan yang tidak dapat dipungkiri adalah pada mulanya para pedagang Quraish merupakan pedagang eceran, tetapi dalam perkembangan selanjutnya orang-orang Mekkah memperoleh kesuksesan yang besar, sehingga mereka menjadi pengusaha di berbagai bidang bisnis.

Demikianlah ulasan ringkas mengenai Keadaan Ekonomi Bangsa Arab Sebelum Datang Islam. Semoga dapat bermanfaat dan bisa membuka khazanah ke-Islam-an kita terkait bagaimana kondisi perekonomian bangsa Arab sebelum datangnya Islam.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Keadaan Ekonomi Bangsa Arab Sebelum Datang Islam"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel