Karakter Masyarakat Arab Pra Islam (Tinjauan Sosio-Historis)

Secara umum, periode Makkah pra Islam disebut sebagai periode jahiliyyah yang berarti kebodohan dan barbarian. Secara nyata, dinyatakan oleh Philip K. Hitti, masyarakat Makkah pra Islam adalah masyarakat yang tidak memiliki takdir keistimewaan tertentu (no dispensation), tidak memiliki nabi tertentu yang terutus dan memimpin (no inspired prophet) serta tidak memiliki kitab suci khusus yang terwahyukan (no revealed book) dan menjadi pedoman hidup. (Philip K. Hitti, 1974: 87)

Karakter Masyarakat Arab Pra Islam (Tinjauan Sosio-Historis)

Merujuk kata "jahiliyyah" dalam al-Qur'an, yaitu dalam surat Ali Imron ayat 154:

surat Ali Imron ayat 154

surat al-Ma'idah ayat 50:

surat al-Ma'idah ayat 50

surat al-Ahzab ayat 33:

surat al-Ahzab ayat 33

dan surat al-Fath ayat 26:

surat al-Fath ayat 26

Sebagaimana ditunjuk oleh Philip K. Hitti dan diidentifikasi oleh Muhammad Fuad sebagai ayat-ayat yang mengandung kata "jahiliyyah", (Muhammad Fuad Abd al-Baqi, 1986: 184) cukup memberikan sebuah petunjuk bahwa masyarakat jahiliyyah (Arab pra Islam) itu memiliki ciri-ciri yang khas pada aspek keyakinan terhadap Tuhan (zhann bil Allahi), aturan-aturan peradaban (hukm), life style (tabarruj) dan karakter kesombongannya (hamiyyah).

Karakter Masyarakat Arab Pra Islam

Sehubungan dengan sejarah kemanusiaan, aturan-aturan pada masyarakat Arab jahiliyyah ternyata membuat keberpihakan pada kelompok tertentu yang dapat disebut memiliki karakter rasial, feudal dan patriarkhis.

  • Karakter Rasial
Sifat pertama, rasial, yang terdapat pada masyarakat Arab bisa ditunjukkan dengan adanya perasaan kebangsaan yang berlebihan (ultra nasionalisme) dan kesukuan ('ashabiyyah) serta adanya pembelaan terhadap orang-orang yang berada dalam komunitas kesukuan (qabilah) yang sama. Pada masyarakat Arab pra Islam, dikenal istilah al-'ashabiyyah atau al-qawmiyyah yang berarti kecenderungan seseorang untuk membela dengan mati-matian terhadap orang-orang yang berada di dalam qabilah-nya dan dalam qabilah lain yang masuk ke dalam perlindungan qabilah-nya. Benar atau salah posisi seseorang di dalam hukum, asal dia dinilai sebagai inner group-nya, pasti akan selalu dibela mati-matian ketika berhadapan dengan orang yang dinilai sebagai outer group-nya. (Ali Husni al-Khurbuthuli, 1959: 5)

Orang-orang Arab pra Islam memiliki perasaan kebangsaan yang luar biasa (ultra nasionalisme). Mereka menganggap diri mereka (Arab) sebagai bangsa yang mulia dan menganggap bangsa lain ('Ajam) memiliki derajat di bawahnya. Ibn Jarir al-Thabari menceritakan sebuah peristiwa hukum perkawinan jahiliyyah yang berkarakter rasial dengan didasari semangat ultra nasionalisme. Cerita tersebut adalah kisah penolakan Nu'man Ibn Munzhir terhadap lamaran seorang raja Persia Kisra Abruwiz pada anaknya yang bernama Hurqa karena adanya hukum jahiliyyah yang dipegangi oleh Nu'man bahwa bangsa Arab adalah bangsa "super" di atas bangsa selain Arab dan oleh karenanya dilarang menikah dengan seorang 'ajam sekalipun pelamarnya adalah seorang raja, karena diyakini bisa menurunkan kualitas ke-'Arab-an yang "super" pada diri Nu'man dan anaknya. (Ali Abd al-Wahid Wafi, 1984: 17-18)

Dalam pergaulan antar kelompok, orang Arab pra Islam selalu membela anggota kelompok dan kepentingan kelompoknya. Seseorang akan selalu dibela oleh anggota seqabilah (inner group) ketika berhadapan dengan anggota kelompok lain (outer group), baik dalam posisi benar maupun dalam posisi salah. (Ali Husni al-Khurbuthuli, 1959: 21) Kebenaran dan kesalahan seseorang ditentukan oleh keputusan masing-masing qabilah-nya.

  • Karakter Feudal
Karakter feudal pada masyarakat Arab pra Islam tergambar dengan adanya superioritas yang dimiliki oleh kaum kaya dan kaum bangsawan di atas kaum miskin dan lemah. Kehidupan dagang yang banyak dijalani oleh orang Arab Makkah pada waktu itu yang mengutamakan kesejahteraan materi (W. Montgomery Watt, 1969: 51-52) menjadikan tumbuhnya superioritas golongan kaya dan bangsawan di atas golongan miskin dan lemah. Kaum kaya dan bangsawan Arab pra Islam adalah pemegang tampuk kekuasaan dan sekaligus menjadi golongan yang makmur dan sejahtera di Makkah, kebalikan dari kaum miskin dan lemah.

Sekalipun ada nilai kebaikan (al-muru'ah) dalam masyarakat Arab pra Islam, sebagaimana yang tergambar dalam puisi-puisi Arab pra Islam, yaitu bahwa salah satu kebaikan yang harus dimiliki oleh pemimpin kelompok adalah kedermawanan -sebagaimana dicatat oleh Philip K. Hitti-, (Philip K. Hitti, 1974: 95) namun disebutkan oleh Lapidus bahwa masyarakat Arab pra Islam mempunyai rasa kebanggaan yang salah, yaitu menampik orang miskin, menolak memberi sedekah dan bantuan kepada anggota masyarakat yang lemah. (Ira M. Lapidus, 1995: 24) Sistem hukum dan sejarah perbudakan di kalangan Arab pra Islam merupakan bukti kuat adanya karakter feudal pada masyarakat Arab pra Islam tersebut. Budak adalah manusia rendahan yang memiliki derajat jauh di bawah rata-rata manusia pada umumnya, bisa diperjualbelikan, bisa diperlakukan apa saja oleh pemiliknya, dan tidak memiliki hak-hak asasi manusia sewajarnya selaku seorang manusia.

  • Karakter Patriarkhis
Karakter berikutnya yang melekat kuat pada masyarakat Arab adalah patriarkhis. Dalam penelitian Haifaa, kaum lelaki pada waktu itu memegang kekuasaan yang tinggi dalam relasi laki-laki dengan perempuan, diposisikan lebih tinggi di atas kaum perempuan, Kaum perempuan mendapatkan perlakuan diskriminatif, tidak adil dan bahkan dianggap sebagai biang kemelaratan dan simbol kenistaan (embodiment of sin). Dalam masyarakat Arab jahiliyyah, perempuan tidak memperoleh hak warisan, bahkan dijadikan sebagai harta warisan itu sendiri. Kelahiran anak perempuan dianggap sebagai aib, sehingga banyak yang kemudian dikubur hidup-hidup ketika masih bayi. Secara singkat, dalam istilah Haifaa, perempuan diperlakukan sebagai a thing dan bukan sebagai a person. (Haifaa A. Jawad, 1989: 1-3)

Kondisi perempuan pada masa jahiliyyah seperti dalam penelitian Haifaa tersebut, tergambarkan dalam al-Qur'an surat al-Nahl ayat 58-59 sebagai berikut:

al-Qur'an surat al-Nahl ayat 58-59

Ayat tersebut bercerita tentang sikap orang jahiliyyah dalam menanggapi berita kelahiran anak perempuannya yang dianggap sangat memalukan, menurunkan harga diri orang tua dan keluarga, sehingga anak perempuan tersebut kalau perlu dibunuh atau dikubur hidup-hidup. Cerita tersebut dan beberapa cerita lain tentang perempuan Arab pra Islam, cukup mewakili gambaran tentang karakter patriarkhis pada sistem hukum jahiliyyah.

Semoga postingan tentang Karakter Masyarakat Arab Pra Islam ini bisa bermanfaat.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Karakter Masyarakat Arab Pra Islam (Tinjauan Sosio-Historis)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel