Analisis Kebudayaan dan Keagamaan Arab Pra Islam

Kebudayaan Arab Pra Islam - Salah satu unsur kuat dalam kebudayaan Arab pra Islam adalah pembedaan kelas atau kasta. (Abdul Jabbar Adlan, 1995: 19) Kelas bangsawan tidak sama dengan kelas budak dan tidak ada sarana bagi seorang budak untuk menyamai bahkan melebihi kelas bangsawan. Demikian pula sebaliknya, tidak akan ada faktor yang menyebabkan runtuhnya kebangsawanan untuk merosot menjadi kelas budak.

Bahasa Arab adalah bahasa yang paling halus susunannya, paling kaya kata-katanya, paling lengkap kaidahnya dan paling tinggi sastranya. Salah satu cabang dari bahasa Arab adalah bahasa Yaman yang juga disebut bahasa Himyar. Bahasa Himyar merupakan bahasa budaya dan peradaban ketika Yaman masih jaya. Namun, ketika Yaman mengalami kemunduran dan terombang-ambing di bawah kekuasaan Habsyi dan Persia, maka masuklah unsur-unsur bahasa asing ke dalam bahsa tersebut.Inilah yang mendorong kemunduran bahasa Himyar dan menyebabkan bahasa itu kehilangan cirri-cirinya sebagai bahasa dari bangsa yang memiliki peradaban tinggi.

Di saat yang sama, bahasa Hijaz yang disebut juga bahasa Qauraisy, menunjukkan perkembangan pesat sebagai akibat dari kebangkitan sastra di Makkah dan munculnya pasar-pasar di sekitarnya, disamping karena hubungan yang meningkat antara Hijaz dengan Syiria dan Irak melalui kegiatan niaga. Bahasa Quraisy memiliki uslub yang kuat, kaya arti dan sinonim, berdialek halus dan cenderung ringkas dalam pengungkapan. Karena itu, bahasa Quraisy dalam segala hal lebih unggul dari dialek-dialek bahasa kabilah-kabilah Arab lainnya. (Ahmad Hasan al-Zayyat, t.t: 16)

Analisis Kebudayaan dan Keagamaan Arab Pra Islam

Bangsa Arab memiliki beberapa pasar yang digunakan untuk melakukan transaksi jual beli sekaligus untuk membacakan syair-syair mereka. Pasa-pasar tersebut terletak di dekat Makkah, diantaranya adalah Ukaz, Majinnah dan Dzul Majaz. Para penyair Arab dari berbagai penjuru dating ke pasar-pasar itu untuk membacakan syair-syair kebanggaan mereka. Syair-syair terbaik yang terpilih ditulis dengan tinta emas dan digantungkan di Ka’bah dekat dengan patung-patung dewa pujaan mereka. (Ahmad Hasan al-Zayyat, t.t: 34)

Dalam bidang keilmuan, bangsa Arab pra Islam sudah mengenal cabang-cabang ilmu yang dikenal di Persia, Babilonia dan Yunani. Di kalangan mereka telah tumbuh ilmu watak yang didasarkan kepada pengamatan, pengalaman dan pengujian yang lama. Demikian pula pengamatan tentang perjalanan bintang yang melahirkan ilmu falak, ilmu kedokteran dan ilmu anatomi. Selain itu, mereka juga telah mengenal ilmu ramal untuk memperkirakan waktu yang akan dating, dan arkeologi dengan melihat sisa-sisa peninggalan manusia dan binatang yang telah lenyap. (Abdul Jabbar Adlan, 1995: 21)

Melihat bahasa dan hubungan dagang bangsa Arab, Leboun berkesimpulan bahwa tidak mungkin bangsa Arab tidak pernah memiliki peradaban yang tinggi, apalagi hubungan dagang itu berlangsung selama 2000 tahun. Ia meyakini bahwa bangsa Arab ikut memberi saham dalam peradaban dunia sebelum mereka bangkit kembali pada masa Islam. (Gustav Leboun, t.t: 72) Karena itu, kerajaan-kerajaan pada masa ini sudah mulai berdiri. Qahthaniyun di Yaman pernah mendirikan beberapa kerajaan dan berhasil membangun kebudayaan yang tinggi pada masanya, semisal Ma’in, Qutban, Saba’, Himyar. Kerajaan Saba’ memanfaatkan air hujan yang banyak turun di sana dengan membangun bendungan raksasa di dekat kota Ma’arib. Dari bendungan tersebut, air disalurkan melalui kanal-kanal ke pemukiman-pemukiman penduduk dan lahan-lahan pertanian di seluruh negeri. (Abdul Jabbar Adlan, 1995: 21) Pada masa pemerintahan Saba’, bangsa Arab menjadi penghubung perdagangan antara Eropa dan dunia Timur Jauh. Setelah kerajaan mengalami kemunduran, muncul kerajaan Himyar menggantikannya. Kerajaan baru ini terkenal dengan kekuatan armada niaga yang menjelajahi India, Cina dan Somalia ke pelabuhan-pelabuhan Yaman. (Badri Yatim, 1997: 13)

Bangsa lain dari daerah Arab yang sama sekali tidak pernah dijajah oleh bangsa lain adalah Hijaz. Kota terpenting di daerah ini adalah Makkah, kota suci tempat Ka’bah berdiri. Ka’bah pada masa itu bukan saja disucikan dan dikunjungi oleh penganut-penganut agama asli Makkah, tetapi juga oleh seganap bangsa Arab di penjuru jazirah yang dating untuk melakukan haji. (Abdul Jabbar Adlan, 1995: 21)

Untuk mengamankan para peziarah yang datang ke kota itu, didirikanlah suatu pemerintahan yang pada mulanya berada di tangan dua suku yang berkuasa, yaitu Jurhum, sebagai pemegang kekuasaan politik, dan Ismail, sebagai pemegang kekuasaan atas Ka’bah. Kekuasaan politik kemudian pindah ke suku Khuza’ah dan akhirnya ke suku Quraisy di bawah pimpinan Qushai. Suku Quraisy inilah yang kemudian mengatur urusan-urusan politik dan urusan-urusan yang berhubungan dengan Ka’bah.

Qushai mendirikan dar al-nadwah, yaitu tempat yang digunakan untuk bermusyawarah bagi penduduk Makkah yang berada di bawah pengawasannya. (Abdul Jabbar Adlan, 1995: 22) Selain itu, Qushai juga membentuk sepuluh jabatan tinggi yang dibagikan kepada kabilah-kabilah asal suku Quraisy, yaitu :
  1. Hijabah, penjaga kunci-kunci Ka’bah
  2. Siqayah, pengawas mata air zamzam
  3. Diyat, kekuasaan hakim sipil dan kriminal
  4. Sifarah, kuasa usaha Negara atau duta
  5. Liwa’, jabatan ketentaraan
  6. Rifadah, penyedia makanan untuk jamaah haji
  7. Nadwah, jabatan ketua dewan
  8. Khaimmah, pengurus balai musyawarah
  9. Khazinah, jabatan administrasi keuangan
  10. Azlam, penjaga panah peramal untuk mengetahui pendapat para dewa. (Syed Amir Ali, 1978: 97) 

Setelah kerajaan Himyar jatuh, jalur-jalur perdagangan didominasi oleh kerajaan Romawi dan Persia. Pusai perdagangan bangsa Arab serentak beralih ke daerah Hijaz. Kota Makkah dan suku Quraisy menjadi masyhur dan disegani. Kondisi ini membawa dampak positif bagi mereka, perdagangan semakin maju. (Badri Yatim, 1997: 14)

Keagamaan Arab Pra Islam

Walaupun agama Yahudi dan Kristen sudah masuk ke jazirah Arab, bangsa Arab kebanyakan masih menganut agama asli mereka, yaitu percaya kepada banyak dewa yang diwujudkan dalam bentuk berhala dan patung. Setiap kabilah memiliki barhala sendiri, sehingga sekitar 360 buah patung bertengger di Ka’bah. Berhala-berhala yang terkenal di antaranya adalah Lata, Uzza, Manat dan Hubal.

Di tengah-tengah masyarakat penyembah berhala itu, masih ada segelintir kecil yang tetap berpegang kepada agam yang hanif ajaran Ibrahim, misalnya Umayyah ibn Abi Shalt, seorang penyair yang menunggu kedatangan seorang rasul yang dijanjikan, meskipun ketika rasul itu datang ia memusuhinya. Ada juga Qas ibn Saidah dan Waraqah ibn Naufal yang banyak paham tentang isi injil dan meyakininya. Selain itu, ada juga golongan shabiah, yaitu penyembah bintang, seperti Bani Himyar menyembah matahari, Bani Kinanah menyembah Dabaran (lima buah bintang di sekitar bulan). Terdapat pula masyarakat Arab yang menyembah binatang, mempercayai malaikat sebagai anak-anak perempuan Tuhan dan menyembah jin. (Abdul Jabbar Adlan, 1995: 23)

Di bagian timur jazirah Arab tersebar agama Majusi atau Zoroaster, dinisbatkan kepada penciptanya yang asli orang Persia. Agama ini mengajarkan bahwa dunia ini dikuasai oleh dua Tuhan, yaitu tuhan kebaikan yang disebut Athura Mazda dan tuhan kejahatan yang disebut Ahriman.

Demikian sedikit uraian mengenai kebudayaan dan keagamaan bangsa Arab sebelum Islam datang. Semoga bermanfaat dan bisa menambah wawasan sejarah keislaman.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Analisis Kebudayaan dan Keagamaan Arab Pra Islam"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel