Proses Penyebaran Islam di Nusantara

Islam di Nusantara - Pada postingan sebelumnya telah diuraikan mengenai bagaimana sejarah masuknya Islam di Nusantara. Maka postingan ini akan mengulas perihal bagaimana proses penyebarannya? Bagaimana proses dan siapa saja yang berjasa terhadap penyebaran Islam di Indonesia? Berikut merupakan beberapa pihak yang berjasa dalam menyebarkan agama Islam di Indonesia.

kiprah wali songo dalam penyebaran islam di nusantara

Di Pulau Jawa dikenal adanya Wali Sembilan (Wali Songo) yang merupakan tokoh-tokoh ulama penyebar agama Islam. Bagaimana peranan Wali Songo dalam penyebaran agama Islam? Berikut ini akan dijelaskan lebih jauh tentang sejarah kiprah Wali Songo dalam menyebarkan agama Islam di Indonesia.

Kiprah Wali Songo dalam Menyebarkan Islam

1) Sunan Gresik
Sunan Gresik nama aslinya adalah Maulana Malik Ibrahim atau lebih dikenal dengan sebutan Maulana Magribi. Para ahli sejarah menduga bahwa Maulana Malik Ibrahim berasal dari Maroko. Tanggal lahirnya belum banyak diketahui orang. Hanya tahun wafat dan pemakamannya yang dapat diketahui yaitu wafat pada tanggal 8 April 1419 dan dimakamkan di Pekuburan Gapura Wetan, Gresik. Selama hidupnya, beliau dikenal sebagai orang yang sangat ahli di bidang agama Islam. Ia sangat pandai dalam menarik simpati masyarakat Jawa yang ketika itu pada umumnya masih memeluk agama Hindu dan Budha. Dengan cara yang dilakukannya itu, dakwah-dakwahnya banyak diminati orang.
2) Sunan Ampel
Nama asli Sunan Ampel adalah Raden Rahmat. Ia adalah putra Maulana Malik Ibrahim dari istrinya yang bernama Dewi Candrawulan. Beliau dikenal sebagai penerus ayahnya yang gigih dalam menyiarkan agama Islam di Ampel Denta, Surabaya. Berbeda dengan ayahnya, Raden Rahmat menggunakan pondok pesantren sebagai sarana penyebaran agama Islam. Ia mendirikan pondok pesantren yang pertama di Ampel Denta, Surabaya. Di pesantren inilah ia banyak mendidik para pemuda Islam untuk disebarkan ke seluruh pelosok pulau Jawa.

Di antara murid-muridnya yang kemudian tampil sebagai tokoh agama Islam antara lain Raden Paku yang kemudian terkenal dengan nama Sunan Giri, Raden Patah yang menjadi raja di kerajaan Islam Demak, Raden Makdum Ibrahim (putra Sunan Ampel sendiri) yang dikenal sebagai Sunan Bonang, Syarifuddin yang dikenal sebagai Sunan Drajat, dan banyak lagi.

Menurut Babad Diponegoro, Sunan Ampel sangat berpengaruh di kalangan Istana Majapahit. Ia dikenal sebagai pelopor kerajaan Islam pertama di pulau Jawa, yaitu Demak. Dialah yang mengangkat Raden Patah sebagai Sultan Demak pertama. Sunan Ampel juga dikenal sebagai pendiri Masjid Agung Demak, yang dibangun tahun 1479. Sunan Ampel wafat pada tahun 1481 dan dimakamkan di Surabaya.
3) Sunan Bonang
Sunan Bonang nama aslinya adalah Makdum Ibrahim, atau Raden Ibrahim. Makdum adalah gelar untuk seorang ulama besar, yang berarti orang yang dihormati. Ia putera Sunan Ampel, dari perkawinannya dengan Dewi Candrawati.

Dari perkawinannya dengan Dewi Hiroh, ia memperoleh seorang puteri bernama Dewi Rukhil, yang kemudian diperistri oleh Sunan Kudus. Setelah belajar agama Islam di Pasai, Aceh. Sunan Bonang kembali ke Tuban, Jawa Timur untuk mendirikan pondok pesantren. Santri-santri yang belajar kepadanya datang dari berbagai pelosok Nusantara.

Dalam menyebarkan agama Islam ia selalu menyesuaikan dengan corak kebudayaan Jawa. Ia menggunakan pertunjukan wayang sebagai media dakwahnya. Lagu gamelan wayang berisikan pesan-pesan ajaran agama Islam. Setiap bait lagu diselingi Syahadatain (ucapan dua kalimat sahadat).

Kegiatan dakwah Sunan Bonang dipusatkan di daerah Tuban. Pesantrenya dijadikan basis tempat mendidik para santrinya. Sunan Bonang memberikan pendidikan agama Islam secara khusus dan mendalam kepada Raden Patah, putra raja Majapahit Prabu Brawijaya V, yang kemudian menjadi sultan Demak. Catatan pendidikannya kini disebut Suluk Sunan Bonang, atau Primbon Sunan Bonang, yang sampai sekarang masih tersimpan di Universitas Laiden, Negeri Belanda. Sunan Bonang wafat pada tahun 1525 dan dimakamkan di Tuban, Surabaya.
4) Sunan Giri
Sunan Giri nama aslinya adalah Raden Paku, atau Prabu Satmata, dan sering disebut juga Sultan Abdul Fakih. Beliau adalah putera Maulana Ishak yang ditugasi Sunan Ampel untuk menyebarkan agama Islam di daerah Blambangan. Ia juga bersaudara dengan Sunan Gunung Jati dan Raden Patah, karena istri mereka bersaudara. Ia belajar agama Islam di pesantren Sunan Ampel dan berteman baik dengan Sunan Bonang.

Sunan Giri dikenal sebagai pejuang Islam yang gigih. Ia menggunakan pesantren dan cara dakwah untuk menyebarkan agama Islam. Para santrinya ditugasi untuk berdakwah ke berbagai daerah di Pulau Jawa, Pulau Madura, Bawean, dan Tidore. Sunan Giri wafat pada tahun 1600-an dan dimakamkan di bukit Giri, Gresik.
5) Sunan Drajat
Sunan Drajat nama aslinya Raden Kasim atau Syarifuddin, dan disebut juga Sunan Sedayu. Menurut silsiah, Sunan Drajat adalah putera Sunan Ampel dari istri kedua bernama Dewi Candrawati. Ia mempunyai saudara seayah dan seibu, yaitu Siti Syareat, Siti Mutmainah, Siti Sofiah (istri Sunan Malaka), dan Sunan Bonang. Ia juga mempunyai dua saudara seayah lain ibu, yaitu Dewi Murtasiyah (istri Sunan Giri). Istri Sunan Drajat, Dewi Sifiyah, adalah puteri dari Sunan Gunung Jati.

Dalam menyiarkan agama Islam, ia menggunakan media dakwah dan mendirikan pesantren. Ia dikenal sebagai orang yang baik hati dan suka memberikan pertolongan kepada masyarakat, seperti menyantuni anak yatim dan fakir miskin. Sunan Drajat wafat pada pertengahan abad ke-16 dan dimakamkan di Sedayu, Gresik.
6) Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga nama aslinya adalah Raden Mas Syahid dan sering dijuluki Syekh Malaya. Nama Kalijaga konon berasal dari bahasa Arab, Qadizaka, yang artinya pelaksana dan pembersih. Qadizaka yang karena lidah dan ejaan kemudian menjadi Kalijaga, berarti pelaksana yang menegakkan kebersihan atau kesucian. Ayahnya bernama Raden Sahur Tumenggung Walatikta yang menjadi Bupati Tuban, sedang ibunya bernama Dewi Nawang Rum. Berbeda dengan wali-wali lainnya, Sunan Kalijaga berdakwah dengan cara berkeliling dari satu daerah ke daerah lainnya.

Berkat kepandaiannya dalam berdakwah yang selalu logis dan masuk akal, banyak kaum bangsawan, pengusaha, kaum intelektual lainnya bersimpati kepadanya. Bahkan, Raden Patah sebagai Sultan Demak sangat menghargai pendapat dan nasihat-nasihatnya. Ia kemudian diangkat sebagai juru dakwah kerajaan Demak.

Dalam berdakwah ia mengarang cerita wayang purwa dan wayang kulit yang bernafaskan Islam. Jasa Sunan Kalijaga terhadap kesenian tidak hanya pada seni wayang, tetapi juga pada seni suara, ukir, seni pahat, seni busana, dan kesusastraan. Sunan Kalijaga wafat pada pertengahan abad ke-15 dan dimakamkan di Kadilangu, Demak.
7) Sunan Kudus
Sunan Kudus nama aslinya Ja’far Sadiq, tetapi ketika kecil ia dipanggil Raden Untung. Ia sering juga dipanggil Raden Amir Haji, karena ketika berangkat haji bertindak sebagai kepala rombongan (amir). Ayahnya bernama Raden Usman Haji yang menyebarkan agama Islam di Jipang, Panolan, Blora, Jawa Tengah.

Sunan Kudus dikenal sebagai sunan yang paling banyak ilmu agamanya. Diantara Walisongo, hanya dia yang mendapat julukan wali al’ilmi, artinya orang yang luas ilmunya. Karena kepandaiannya itulah maka banyak santri-santri yang berasal dari berbagai daerah di Nusantara. Selain sebagai juru dakwah, Sunan Kudus juga sebagai panglima Angkatan Perang Kerajaan Islam Demak yang tangguh.

Menurut cerita, Sunan Kudus pernah berlayar ke Baitul Makdis di Palestina dan berjasa memberantas penyakit yang menelan banyak korban jiwa di sana. Sekembalinya ke pulau Jawa ia mendirikan sebuah masjid di Loran pada tahun 1549. Mesjid itu diberi nama Masjid al-Aqsa atau al-Manar, artinya masjid menara Kudus. Daerah sekitarnya pun diganti nama menjadi Kudus. Nama ini diambil dari sebuah nama kota di Palestina, yaitu al Quds.

Dalam melaksanakan kegiatan dakwah, ia melakukan dengan pendekatan budaya. Hal itu terbukti dengan diciptakannya berbagai cerita yang bernafaskan keagamaan, seperti Gending Maskumambang dan Mijil. Sunan Kudus wafat pada tahun 1550 dan dimakamkan di daerah Kudus, Jawa Tengah.
8) Sunan Muria
Sunan Muria nama aslinya adalah Raden Umar Said atau Raden Said, sedangkan nama kecilnya adalah Raden Prawoto. Namun, ia lebih dikenal dengan sebutan Sunan Muria, karena pusat kegiatan dakwahnya dan makamnya terletak di Gunung Muria, 18 km sebelah utara kota Kudus sekarang.

Sunan Muria adalah putra Sunan Kalijaga. Ia sangat berjasa dalam penyebaran agama Islam di desa-desa terpencil di daerah gunung Muria. Ia tekun mendidik rakyat agar menjalankan ajaran Islam. Dalam rangka dakwahnya ia menciptakan tembang Sinom dan Kinanti yang beranfaskan Islam. Sunan Muria wafat pada abad ke-16 dan dimakamkan di bukit Muria, Jepara.
9) Sunan Gunungjati
Sunan Gunungjati yang nama aslinya adalah Syarif Hidayatullah adalah cucu raja Pajajaran, Prabu Siliwangi. Perkawinan Prabu Siliwangi dengan Nyai Subang Larang melahirkan dua putera dan satu puteri, yaitu Raden Walangsungsang, Nyai Lara Santang dan Raja Senggara.

Setelah ibunya wafat, Raden Walangsungsang meninggalkan keraton untuk belajar agama Islam kepada Syekh Datu Kahfi (Syekh Nurul Jati) di Gunung Ngamperan Jati. Demikian pula adik perempuannya, Nyai Lara Santang menyusul belajar agama Islam di sana. Setelah tiga tahun belajar agama Islam, keduanya diperintahkan gurunya untuk melaksanakan ibadah haji ke Mekah. Di Mekah Nyai Lara Santang mendapat jodoh yaitu Maulana Sultan Mahmud (Syarif Abdullah), seorang bangsawan Arab dari Bani Hasyim.

Raden Walangsungsang setelah menunaikan ibadah haji kembali ke Jawa dan menjadi juru labuhan di Pasambangan (Cirebon). Sementara itu, Nyai Lara Santang melahirkan Syarif Hidayatullah pada tahun 1448 M. Setelah dewasa Syarif Hidayatullah memilih berdakwah di pulau Jawa daripada di negeri Arab. Ia kemudian menemui Raden Walangsungsang yang sudah bergelar Cakrabuwana. Setelah pamannya wafat, ia menggantikan pamannya menyebarkan agama Islam di Cirebon dan berhasil menjadikan Cirebon sebagai kesultanan yang bebas dari kerajaan Pajajaran.

Dari Cirebon inilah ia kemudian menyiarkan agama Islam ke daerah-daerah di Jawa Barat yang belum memeluk agama Islam, seperti Majalengka, Kuningan, Kawali (Galuh), Sunda Kelapa, dan Banten. Di Banten itulah ia berhasil menjadikan Banten sebagai kerajaan Islam pada tahun 1525.

Ketika kembali ke Cirebon ia menyerahkan Kesultanan Banten kepada anaknya, Sultan Maulana Hasanuddin yang kemudian menurunkan raja-raja Banten. Di tangan raja-raja Banten inilah Kerajaan Pajajaran dikalahkan dan rakyatnya di Islamkan. Bahkan Syarif Hidayatullah melakukan penyerangan ke Sunda Kelapa. Penyerangan itu dipimpin oleh Fatahillah, seorang Panglima Angkatan Perang Kerajaan Demak. Fatahillah kemudian menjadi menantu Syarif Hidayatullah. Syarif Hidayatullah wafat pada tahun 1570 dan dimakamkan di daerah Gunungjati, Desa Asatana, Cirebon. Itulah sebabnya, ia dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati sampai sekarang.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Proses Penyebaran Islam di Nusantara"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel